Minggu, 15 Februari 2009

PROGRAM KERJA PETUGAS YANG MENANGANI ANAK NAKAL SERTA REMAJA PUTUS SEKOLAH YANG IDEAL


PENDAHULUAN

A. Langkah-Langkah Dasar Dalam Penanggulangan

Anak merupakan sumber daya manusia dan potensi serta aset strategis penerus cita-cita perjuangan bangsa, memerlukan kondisi yang dapat menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan terhadap dirinya.
Masalah kenakalan anak dan remaja dewasa ini semakin dirasakan meresahkan masyarakat baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Dalam kaitan ini masyarkat Indonesia sama sekali tidak ketinggalan dari keresahan tersebut; lebih-lebih dewasa ini masalah tersebut lebih cenderung menjadi masalah nasional yang dirasa semakin sulit untuk dihindari, ditanggulanginya dan diperbaiki kembali.
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak dan remaja seyogyanya diupayakan secara sungguh-sungguh, teristimewa di dalam penanggulangan yang setuntas-tuntasnya. Upaya ini merupakan aktifitas yang pelik apabila ditinjau secara integral, akan tetapi apabila ditinjau secara terpisah-pisah maka upaya ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara profesional yang menuntut ketekunan dan kebersinambungan dari satu kondisi menuju kondisi yang lain.


B. Defenisi / Pengertian

1. Anak Nakal adalah anak / remaja (umur 10 s/d 18 tahun) yang berperilaku menyimpang dari norma-norma masyarakat, merugikan dan membahayakan keselamatan dirinya, mengganggu ketentraman dan ketertiban kehidupan keluarga dan atau masyarakat.

2. Petugas adalah individu, kelompok atau organisasi sosial yang melakukan pembinaan baik langsung ataupun tidak langsung terhadap anak nakal.

3. Preventif ialah kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran, tentang akibat baik buruk/bahaya perbuatan kenakalan, untuk meningkatkan ketahanan dan daya tangkal perseorangan, keluarga dan masyarakat terhadap masalah kenakalan remaja.

4. Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pelaku kenakalan, sehingga terbebas dari perbuatan kenakalan serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik.

5. Resosialisasi adalah salah satu komponen rehabilitasi sosial untuk mempersiapkan kondisi fisik, psikis anak yang akan segera kembali kepada keluarga serta menyiapkan keluarga dan masyarakat untu dapat kembali menerima anak tersebut.


PROGRAM PETUGAS

Langkah perdana dalam upaya kompleks ini dapat dilakukan dengan memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada anak dan remaja tentang beberapa aspek yuridis yang relevan dengan perbuatan-perbuatan nakal yang kerap kali dilakukan sehingga anak dan remaja memiliki pengertian / pemahaman, penghayatan dan perilaku hukum yang sehat.

Pada kesempatan ini kami mencoba membaginya dalam 2 (dua) tindakan :

1.Tindakan Preventif

a.Melalui Pendekatan Keluarga.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam tatanan kehidupan masyarakat merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak. Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak.

b.Melalui Pendekatan Eksistensi Pendidikan Formal
Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang ke dua setelah lingkungan keluarga bagi anak dan remaja. Mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat dimulai dari menetapkan peraturan tentang pakaian seragam dengan maksud agar kehidupan peserta didik tampak serasi : tidak terjadi penonjolan kemewahan di antara mereka, dididik untuk hidup sederhana agar tidak suka berfoya-foya di lingkungan sekolah khususnya. Dalam waktu-waktu tertentu diadakan operasi tertib di lingkungan sekolah secara kontinyu. Adanya kerjasama dengan keluarga.

c. Mengarahkan anak untuk terlibat dalam organisasi
Problema sosial (kenakalan anak dan remaja) secara esensial bukan sekedar merupakan tanggung jawab para orang tua / wali atau pengasuh di rumah, pemuka-pemuka masyarakat, dan pemerintah semata. Akan tetapi masalah-masalah tersebut menjadi tanggung jawab para anak dan remaja itu sendiri untuk ditanggulangi secara sosiologis. Apabila anak dan remaja ini dilibatkan dalam organisasi diharapkan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab serta dengan sendirinya akan muncul rasa solidaritas dari mereka terhadap masyarakat. Dengan demikian setiap anggota organisasi termasuk anak dan remaja ini akan enggan berbuat sesuatu yang dapat meresahkan masyarakat.

d.Penyuluhan dan Pendidikan dan Latihan Bagi Anak dan Remaja Nakal
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa instansi terkait. Seperti mengadakan penyuluhan kesadaran hukum bagi anak dan remaja yang dapat divisualisasikan dengan berbagai cara. Dengan tujuan untuk mendidik anak dan remaja tersebut, sehingga mereka mengerti hukum, kemudian mereka akan menghargainya dan akhirnya mampu mematuhi dengan sebaik-baiknya.

e.Pembinaan Mental dan Spiritual
Dapat dilaksanakan dengan cara moralistik : dilaksanakan dengan penyebar luasan ajaran-ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kenakalan/kejahatan. Misalnya dengan mengaktifkan kelompok remaja Masjid, Pemuda Gereja dan organisasi-organisasi keagamaan lainnya.

f.Melalui pembentukan Club Olah Raga dan Peningkatan Orsos dan LSM
Karang Taruna dan organisasi-organisasi lainnya yang merupakan potensi lingkungan dapat dilibatkan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sportifitas melalui kompetisi-kompetisi antar RT atau RW, Keluarahan, Kecamatan yang dapat menyalurkan kreatifitas dan hobby para anak dan remaja ke arah yang positif.

2.Tindakan Rehabilitasi dan Resosialisasi
Direkomendasikan masuk Panti dan mereka akan dibina melalui Bimbingan Sosial, Keterampilan dan Mental juga mengadakan Program Praktek Belajar Kerja. Hal ini yang sering dikenal sebagai program pelayanan berbasis panti. Untuk wilayah propinsi Riau sendiri ada panti yang konsen / fokus dalam menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para anak / remaja tersebut. Beberapa panti tersebut adalah : 1). PSBR (Panti Sosial Bina Remaja) “Rumbai” Pekanbaru ; dengan sasaran garapan adalah remaja dari kalangan ekonomi lemah serta mengalami putus sekolah, 2) PSMP (Panti Sosial Marshudi Putra) “Tengkuyuk”; dengan sasaran garapan anak-anak / remaja nakal.


PENUTUP
(KESIMPULAN DAN SARAN)

Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam menanggulangi kenakalan anak dan remaja, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun dapat melakukan langkag-langkah yang paling memadai di dalam melakukan tindakan preventif. Langkah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat agar di bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan. Misalnya :

1.Memperhatikan kesejahteraan pegawai
2.Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung
3.Peningkatan subsidi terhadap pusat-pusat industri kecil agar mereka dapat mengembangkan usahanya sehingga dapat membuka lapangan kerja.
4.Penyensoran film-film dan diarahkan kepada yang lebih menitik beratkan pada segi pendidikan.
5.Mengadakan ceramah melalui radio, televisi ataupun melalui media lainnya.
6.Mengadakan pengawasan terhadap peredaran dari buku-buku komik, majalah-majalah, media, pemasangan - pemasangan iklan, dan lain sebagainya.

(Tulisan ini tercipta berdasarkan apa yang kami telah jalani dan lakukan sebagai Fungsional Pekerja Sosial selama kurang lebih 3 tahun dalam membina para remaja putus sekolah yang berasal dari 11 kabupaten se propinsi Riau di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Rumbai” Pekanbaru. Semoga dapat memberikan manfaat dan juga sebagai masukan bagi segala pihak / steak holders untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil satu kebijakan.)

Minggu, 08 Februari 2009

Profil PSBR Rumbai Pekanbaru

Sejarah Berdirinya PSBR :


Permasalahan anak terlantar di Indonesia sudah sejak lama menjadi salah satu masalah sosial yang sangat luas dan kompleksitas permasalahannya. Akibat keterlantaran tersebut, berakibat pula pada sebagian anak dan remaja tidak dapat melanjutkan sekolahnya.

Sensus tahun 2000 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 jumlah anak terlantar berusia 6 – 18 tahun mencapai 3. 156.365 atau hampir 5,4% dari jumlah anak Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.614.947 anak tinggal di Pedesaan dan sejumlah 541.415 anak tinggal di Perkotaan. Sedangkan anak yang tergolong rawan keterlantaran diperkirakan mencapai jumlah 10.349.240 anak dan jumlah tersebut 7.320.786 anak tinggal di Pedesaan dan 3.046.454 anak tinggal di Perkotaan.

Data di atas menggambarkan bahwa masih banyak anak terlantar yang membutuhkan perhatian dan penanganan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, terutama anak terlantar yang tinggal di Pedesaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Departemen Sosial RI mendirikan sebuah UPT di Provinsi Riau yang disebut Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) ”Rumbai” Pekanbaru.

Panti Sosial Bina Remaja ”Rumbai” Pekanbaru telah mengalami perubahan nama sebanyak 3 (tiga) kali, yakni diawali pada awal pendirian panti pada bulan Oktober tahun 1979 yang dibangun di atas tanah seluas 20.000 M2 dan diberikan nama Panti Karya Taruna (PKT) yang secara garis komando berada dibawah Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Riau dengan sasaran binaan adalah remaja dari keluarga tidak mampu se Provinsi Riau yang perekrutannya dilakukan melalui Karang Taruna, pelayanan diberikan kepada 100 (seratus) remaja setiap tahunnya, dimana dalam 1 (satu) tahun terdiri dari 2 (dua) angkatan, yakni periode Januari – Juni dan Juli – Desember.

Pada tahun 1986 (enam tahun kemudian) Panti Karya Taruna berubah nama menjadi Panti Penyantunan Anak (PPA) dengan bidang pelayanan Bina Kesejahteraan Sosial, seksi Bimbingan Kesejahteraan Masyarakat, Sub Seksi Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia dan programnya adalah Penyantunan anak putus sekolah terlantar dalam panti.

Kemudian pada tahun 1995 (9 tahun kemudian) Panti Penyantunan Anak berubah nama kembali menjadi Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) ”Rumbai” Pekanbaru dengan memberikan pelayanan kepada 150 (seratus lima puluh) remaja putus sekolah setiap tahunnya yang dibagi dalam 2 (dua) angkatan. Dan sampai saat ini sudah 54 (lima puluh empat) angkatan dengan jumlah anak yang dibina sebanyak 3.361 (tiga ribu tiga ratus enam puluh satu) orang anak yang penyebarannya sebagaimana terlampir. Pemberian kata ”Rumbai” dibelakang PSBR menunjukkan lokasi panti yang berada di wilayah Kecamatan Rumbai.

Panti Sosial Bina Remaja ”Rumbai” Pekanbaru juga telah mengalami beberapa pergantian pimpinan / Kepala Panti, dengan rincian sebagai berikut :

  1. Jusnir (1979/PLT)
  2. Sahril (1979/PLT)
  3. Ismail Daulay (1980 – 1984)
  4. Drs. Sabar Tambun (1984-1990)
  5. Kuradin Simanjuntak (1991/PLT)
  6. Rustam A.Y,SH (1991-1994)
  7. Anhar Sudin, BSW (1994 – 1998)
  8. Drs. Uji Hartono (1999 – 2000)
  9. Drs. Ahmad Fawzi (2000 – 2001)
  10. Drs. Santoso Purnomo Siwi (2002 – 2005)
  11. Drs. Erniyanto (2005 s/d Sekarang)


DASAR PELAKSANAAN


1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial;

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988, tentang Usaha Kesejahteraan Sosial;

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, tentang Pendidikan;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1990, tentang Kesehatan;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1990, tentang Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak;

8. Kep.Mensos RI Nomor 24B/DIK/KPTS/BKS/V/95, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Kesejahteraan Anak Melalui Panti Sosial Bina Remaja ”Rumbai” Pekanbaru.

9. Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial Republik Indonesia.


VISI DAN MISI


1. VISI PSBR ”Rumbai” Pekanbaru :

”Terwujudnya kemandirian dan keberfungsian sosial remaja putus sekolah dalam masyarakat”.


2. MISI PSBR ”Rumbai” Pekanbaru :

1) Meningkatkan iman dan taqwa

2) Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang profesional dan proporsional di dalam panti.

3) Meningkatkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) ”Rumbai” Pekanbaru.

4) Memberdayakan individu, kelompok, keluarga, lembaga sosial dan jaringan kerja terkait, dalam meningkatkan peran dan tanggung jawab sosialnya.

5) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial.